Saat semuanya lagi numpuk: (alert! sambatan-sambatan) kerjaan nggak kelar-kelar, kepala pusing sakit banget, badan lemes, interaksi dengan orang-orang, dan terutama.. kangen Ibu Bapak, rasanya kesabaranku sedang diuji. Dan disitulah, aku merasa sangat, sangat gagal menjadi orang sabar. Aku memutuskan untuk bertanya ke Mbakku, kakak tingkat yang sudah kuanggap Mbakku sendiri sedari SMA.
“Mbak Aje.. Caranya supaya bisa sabar gimana ya Mba?”
“Kenapa dek?”
Aku bingung mau bercerita dari mana dan bagaimana, sehingga lama nggak ku balas pesan dari Mbak Aje. Kemudian ada pesan baru masuk.
“Kalau ada orang lagi marah, kamu ngga bisa nyuruh dia sabar biar dia kalem. Suruh dia istighfar.
Kalau ada orang lagi sedih, kamu ngga bisa suruh dia sabar biar bahagia. Suruh dia istighfar.
Kalau ada orang lagi kesusahan, kamu ngga bisa bilang sabar akan membantu dia. Suruh dia istighfar.
Tidak ada satu ujian pun yang menimpa, kecuali karena sebagian dosa-dosa yang diperbuat. Allaah sayang makanya timpakan cobaan untuk gugurkan dosa itu.
Apa yang kamu sebut sewaktu kamu melakukan kesalahan? “ishbir, ti. ishbir.” atau “astaghfirullaahal adzim“? Sabar itu suatu jalan yang harus ditempuh. Harus. Karena pilihan lain, untuk tidak sabar, itu menjerumuskan. Tapi untuk menempuh jalan sabar, harus tenang dan lapang dada. Istighfar itu energinya meng-nol-kan kondisimu dari kacau menjadi lebih kalem. Setelah itu baru kamu bisa bersabar.
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dari sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir)
Tenang saja dek. Satu kesulitan (‘usri) kemudahannya banyak (yusran). Kalau kata-kataku, bisa salah. Tapi kalau Allah yang bilang, tidak mungkin salah. Dan Rasulullaah menyampaikan ke kita pasti benar.
Nabi saja, orangnya maksum, dijaga dari dosa, surga dijamin, tanpa hisab, istighfar sehari 70-100 kali. Kita? Bukan nabi, banyak dosa, itupun kadang lupa apa yang dibikin, surga belum pasti, hisab masih menegangkan. Kita sibuk ngapain sih sampai istighfar 100 kali sehari ngga bisa?
Bilang “Astaghfirullaahal adzim” itu 2 detik. 100 kali bilang berarti 200 detik, 4 menit ga ada. Apa di motor kita ga bisa istighfar? Apa sambil garap tugas kita ga bisa istighfar? Apa pas jalan kaki kita ga bisa istighfar?
Note to my self ini dek :)”
Aku tertampar. Tertunduk. Masih pagi, baru sampai kantor, tapi mataku sudah panas, air mataku menetes. Bener banget. Hubunganku sama Allah masih kurang banget, jadi hubungan sama manusia juga minus. Lama berselang, belum kubalas pesan-pesan itu. Pesan baru tiba lagi.
“Jumat, habis asar. Waktu mustajab untuk berdoa. Baarakallaahu fiik dek :D”
Akhirnya aku memutuskan sesorean sepulang kantor hingga maghrib untuk mendekam di suatu tempat. Menyendiri agar tidak ada orang yang terluka. Menenangkan hati dan pikiran, berpikir lebih dalam.
Ya Allah, semoga aku bisa menjadi orang yang penyabar..