Menulis

Terhenyak.

Ternyata, aku semakin jarang menulis; di blog maupun jurnal pribadi. Bio IG sepertinya sudah tidak relevan lagi? Bukan sometimes write, tapi rarely write (haha).

Padahal, dulu menulis menjadi oaseku. Menjadi salah satu caraku untuk mencari sejuk. Atau untuk menguraikan benang kusut di kepala (dan di hati). Atau untuk menjaga kewarasanku.

Nampaknya, aku sedang tergerus kelimbunganku dalam mengatur waktu. Atau mengatur rasa. Atau mengatur pikiran.

Dampaknya, oaseku hiatus satu. Keseimbanganku mulai oleng. Butuh waktu dan tenaga utnuk mengubah rasa menjadi aksara. Butuh upaya untuk sekedar menggores pena atau memainkan papan tombol.

Semoga, setelah tersadar. Bisa disempatkan lagi mengunjungi (atau melakukan?) oaseku. Bisa menjaga lagi pengaturanku. Bisa seimbang lagi.

Semoga Allah selalu jaga, selalu kuatkan.

My May

Adulting part… undefined number. Nggak kerasa udah 5 tahun punya Surat Izin Mengemudi. Tanggal 28 Mei adalah tenggat terakhir perpanjangan. Setelah lelah bergulat dengan perpanjangan melalui daring, memang paling benar melalui luring/manual. No offense 🙂 Semoga benar-benar bisa segera terintegrasi secara daring di kemudian hari. Aamiin.

Another part of adulting is… even if you have a sore throat accompanied by a severe headache and just recovered from a fever, you still have to show up and clear up your responsibility. The kind of sore throat I had a looong time ago. Usually, a sore throat is a warning alarm from my body that I’m exhausted; physically, and especially… mentally. This sore throat makes me feel uncomfortable whenever I eat. Thus I got most of my energy from… coffee. The good part is, more or less 5 kilos to go to my ideal body weight! Haha. Alhamdulillaah. But… if the swift decrease in my weight is an impact of a stressed-out situation, I don’t think it is a good trade-off.

Well, May… Mixed feeling it is.

Badainya luar biasa kencang. Gapapa, katanya… pelaut handal tidak lahir di laut yang tenang, kan?

Banyak juga yang bikin senang. Masih bisa kumpul dengan kesayangan, akhirnya melakukan lagi perjalanan panjang (naik kereta!), dan dikelilingi oleh orang-orang yang menyenangkan.

Alhamdulillaah 🙂

Macet

Semalam bertemu lagi dengan kemacetan Sleman dan Jogja yang mulai semarak akhir-akhir ini (setelah 2 tahun pandemi!), rintik hujan, dan mendengarkan album Quiet Down oleh Adhitia Sofyan. Dulu biasanya udah keki duluan kalau ketemu macet. Sekarang justru menikmati. Akhirnya kehidupan Indonesia mulai kembali normal, tabungan rindu bisa ditunaikan, roda perekonomian semoga kembali berputar riang. Pun untukku, jadi ajang hands-off dari ponsel, ajang rehat, ajang mikir.

Selain macet kendaraan, bertemu lagi dengan macet menulis. Menjelang dan setelah Hari Raya Idulfitri ternyata aktivitas terlampau padat. Atau akunya yang kembali limbung dalam hal pengaturan waktu (haha). Kalau ada waktu senggang, lebih memilih untuk tidur, baca buku, atau ngobrol. Mungkin memang sedang diberikan kesempatan untuk banyak-banyak menyerap, agar banyak pula hal yang bisa dirasakan dan dituangkan.

Lampu merah menjadi kuning.
Menuju hijau.

Day 18 – Ekspresi

Salah satu kemampuan yang selalu ingin aku tajamkan adalah kemampuan untuk berekspresi, dari segi tulisan, lisan, maupun raut wajah.

Tulisan
Mungkin yang menjadi zona nyamanku adalah dengan tulisan. Ada proses berpikir dan menyaring. Meminimalisir potensi mudharat.

Lisan
Masih tumpul dan butuh diasah adalah berekspresi dari lisan. Salut untuk orang-orang yang jago bercerita melalui lisan. Orang yang bisa membawa orang lain larut dalam emosi dan alur ceritanya. Nggak belibet tapi bisa tepat sasaran.

Raut Wajah
Dulu ada kakak tingkat yang pernah bilang, “kalau lihat mukamu tuh kayak baca komik. Ekspresif banget, mudah terbaca.” Waktu itu, aku menganggapnya sebagai pujian. Tapi ternyata bisa menjadi ujian, karena saat ada badai dalam diri, orang lain dengan mudah membacanya. Bahaya. Masker adalah salah satu senjata untuk menutupinya. Pandemi memaksa kita untuk rutin menggunakan masker, sehingga sudah jarang lagi orang yang menanyakanku, “kenapa kamu pakai masker? Mau nyembunyiin ekspresi ya?” (haha).

Beruntungnya, kalau lisan atau raut wajah atau perpaduan dari keduanya sedang sulit untuk aku kendalikan, selalu ada orang-orang yang ngingetin. Contohnya:

Saat proses mengisi upgrading, sebisa mungkin mencurahkan energi positif melalui setiap kanal yang aku bisa; lisan, tulisan, maupun raut wajah. Ternyata, aku malah mendapatkan energi positif dari peserta upgrading. Apalagi saat mereka saling berbagi tentang mimpi.

Obrolan antar HR wkwk

Maafin ya kalau ekspresiku kadang kurang membuat nyaman. Minta tolong diingetin, biar bisa segera aku perbaiki.

Bu Dian pergi beli selasih
Sekian dan terima kasih~

Day 17 – Motivasi

Saat perjalanan pulang sehabis tilik anaknya teman SMA, tibalah pada pertanyaan ini:

A: “Apa yang memotivasimu dari bangun pagi sampai tidur lagi? Apa yang memotivasimu untuk belajar?”

N: “Hmmm… Apa ya. Memaksimalkan potensi yang dipunyai. Berusaha untuk menjadi cerdas, agar semakin bisa punya manfaat untuk orang lain. Beribadah… Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?”

A: “Aku lagi kehilangan motivasi aja. Ngapain, sih, capek-capek… Kadang aku dapat shift malam, jam 9 malam sampai jam 5 pagi. Tadi, aku dapat shift jam 6 pagi sampai jam 2 sore. Dilanjut belajar untuk mempersiapkan presentasi yang terkadang bisa sewaktu-waktu. Kadang waktu tidur kebalik, itu capeknya luar biasa.”

Kalau kamu, apa yang menjadi motivasimu?

Cerita

X: “Kamu kok ngga pernah sih cerita ke aku?”
N: “Aku udah pernah mau cerita ke kamu, tapi kamu nggak dengerin. Gapapa, mungkin ceritaku kurang mudah dipahami.”
N: “Aku kadang lebih suka menulis, aku belum pinter cerita hehe.”

Y: “Kamu kok ngga pernah sih cerita ke aku? Cerita aja gapapa lho.”
N: “Aku udah pernah mau cerita ke kamu, tapi chatku kamu read doang. Gapapa, mungkin ceritaku ngebosenin.”
N: “Makasih udah ditawarin hehe.”

Z: “Kamu kenapa? Ehiya masa kemarin aku habis gini gini gini…”
N: “Aku gapapa. Wah trus gimana? Apa yang kamu rasain? Makasih ya udah cerita dan percaya ke aku.”

Selalu ada kertas untuk menulis, laptop untuk mengetik, sajadah untuk bersujud, dan tempat untuk menengadahkan tangan, kan, Nash? 🙂

Semoga dimudahkan untuk menyelesaikan #30DaysRamadanWriting yang sudah ada di docs.

Day 16 – Marah

Pagi saat merapikan buku-buku catatan, tidak sengaja terbuka halaman yang berisikan rangkuman buku Sepanjang Jalan karya Mbak Zahra. Bab tentang Marah.


  • Dakwah itu dengan hikmah. Nggak bisa ditempuh dengan cara marah-marah.
  • Kalau hati dan bicara kita kasar, gimana dakwah akan sampai?

Rasulullaah SAW bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulullaah!” Beliau menjawab, “Yang haram tersentuh api neraka adalah orang yang hayyin, layyin, qarib, dan sahl.”

(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Gimana maksudnya 4 hal itu?

  • Hayyin → tenang, teduh, meneduhkan
  • Layyin → lemah lembut, sopan
  • Qarib → supel, dekat, mudah bergaul
  • Sahl → memudahkan, tidak mempersulit

Semoga bisa menjadi orang yang hayyin, layyin, qarib, dan sahl. Aamiin..

Day 15 – Cry

Dahulu, ada orang shalih yang menangis saat mendengar surat Ali-Imran ayat 133:

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ia menangis karena, “apa gunanya sangat luas, apabila tidak ada tempat untukku?”


When was the last time we cry when listening to the recitation of Al-Qur’an? When was the last time it shook our hearts?

Astaghfirullaah. Huhu.
Yuk.

Day 14 – Teman

Semakin kesini, semakin kecil lingkaran pertemanan. Namun juga semakin mensyukuri, bahwa masih ada teman-teman yang mau bertahan di lingkaran.

Pertemuan dengan teman menjadi salah satu hal yang membantuku menjaga kewarasan. Pun menjadi pengingat kalau lagi goyah, jangan lupa pegangan.