Day 13 – Percaya

Dalam rangka menyusun kembali serpihan-serpihan diri agar lebih percaya pada diri sendiri. Aku memutuskan untuk melanjutkan membaca buku yang ditulis oleh Ustadzah Rochma Yulika yang berjudul Muslimah Hebat, Muslimah Penuh Semangat.

Dan tibalah pada Bab 22 yang berjudul Tumbuhkan Rasa Percaya Diri. Kok bisa ngepas banget ya, hehe. Sadurannya begini:


Tak ada manusia yang sempurna
Tak ada manusia yang tak berdosa
Tak ada manusia yang tanpa kurang satu pun jua
Dan tak ada seorang pun yang luar biasa

Minder? Berkecil hati? Merasa tak mampu? Tepis rasa itu. Liat ada kemampuan yang kita miliki, yang bisa menjadi energi untuk mengubah kita. Liat selalu sisi baik kita tapi jangan lupakan sisi buruk dari kita. Pikirkan tentang dirimu bahwa kamu bisa melakukan semua. 

Motivasi dari dalam diri merupakan energi yang luar biasa. Meski membangun motivasi butuh waktu. Berawal dari membangun rasa percaya diri. Melihat kelebihan diri tanpa menafikan kekurangan yang dimiliki. Kita harus mampu mengevaluasi diri kita. Bila perlu data setiap kekurangan yang ada beserta kelebihannya. Yakinlah dengan kelebihan yang kita miliki karena itu adalah potensi yang bila kita mampu memanfaatkannya akan kita dapat hasil yang luar biasa. 

Buang rasa selalu bersalah meski kita tak selalu benar sendiri. Buang rasa rendah diri meski kita bukan orang yang tinggi hati. Gali potensi diri yang kita miliki, yang merupakan karunia Ilahi.

Tak akan ada yang sia-sia bila kita selalu bersama-Nya. Bangun nilai-nilai positif dalam diri kita. Jangan pernah hadirkan pikiran-pikiran negatif dalam menjalaninya. Pastikan langkah semua tuk menggapai ridho-Nya. Hidup itu harus dijalani dengan keyakinan. Bila langkah kita penuh dengan keraguan jangan salahkan ada celah-celah masuknya setan.

Kemantapan dalam menjalani pilihan dari sekian pilihan yang pernah ada. Manusia memang diberi kesempatan berusaha namun Allah-lah yang akan menentukannya. Kita cermati kalimat indah ini, “Rencana kita boleh indah tapi rencana Allah yang terindah.” Kadang kita lupa bahwa kita tak mampu menentukan hasil dari yang sudah kita usahakan. Kita hanya mempunyai kewajiban untuk berproses. Berusaha dan berusaha.

Terkadang kita bisa menyimpulkan, hidup itu seperti apa yang kita pikirkan. Bila kita berpikir tentang apa yang kita usahakan tercapai insyaallah Allah akan membuka jalannya. Tak ada usaha yang sia-sia. Tak ada kata kalah dalam berjuang. Yang ada hanya kemenangan. Tak akan pernah rugi perniagaan kita dengan Allah.

Day 11 – Nurani

“Berjejak tuk membuat peradaban yang hebat
Berhulu diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa
Bertajuk insan kamil tuk jelma mutadayyin
Merangkul akal, ilmu, amal dengan Azza wa Jalla
Cinta Rumpun Nurani menyapa
Belajar kita melangkah
Menggapai dunia tuk letakkan di tangan gapai surga
Rumpun Nurani bertahta
Biar hati yang bicara
Bahwa izzah diri, tinggi hidup karena ada Dia”

Sapa Rumpun Nurani

Lagu yang menggema dan punya artian yang indah. Alhamdulillaah dipertemukan Ibu dengan lingkaran teman-teman Ibu ini. Yang setiap ketemu pasti berasa punya Ibu banyak, sudah seperti Ibu sendiri, karena perhatiannya, masya Allah. Setelah sekian lama ingin ikut Kajian Ruang Nurani tapi nggak bisa karena bentrok dengan jam kerja, akhirnya bisa ikut lagi di bulan Ramadan.

“Mohon doanya ya, Bu. Eh, bercanda deng Bu, hehe,” candaku.

“Loh, gapapa. Doanya harus diseriusin,” pesan salah seorang Ibu.

“Baik, Bu. Mohon bantuannya untuk ikut mendoakan, hehe,” jawabku.

Day 10 – 1/3

Sudah sepertiga awal, alhamdulillaah. Cukup konsisten menulis tiap hari untuk #30DaysRamadanWritings meski terkadang mempublikasikannya dirapel. Sebuah tantangan yang tidak dideklarasikan diawal, hanya berdasarkan asas ingin mengkristalkan hikmah dan tidak terduga apalagi terencana, ternyata bertahan hingga hari ke-10. Congrats, Nash.

Hari kesepuluh, banyak hal-hal tak terduga terjadi. Harus memilih diantara pilihan yang sulit, dengan tenggat waktu yang sempit. Antara memenangkan rencana ambisi diri atau memenangkan pilihan yang mudharat-nya lebih sedikit. Doaku:

“Ya Allah, bila ini baik bagi agama, dunia, dan akhiratku, maka mudahkanlah dan tetapkan hatiku untuk memilihnya. Bila ini buruk untuk agama, dunia, dan akhiratku, maka palingkanlah aku dari memilihnya.”

Dan kemudian bersiaplah. Bersiap untuk kemungkinan apapun yang akan terjadi di kemudian hari. Kalimat dari beberapa orang, yang menjadi penguat:

Orang 1: “Yakinnn dan percaya aja Allah nempatin kamu di jalan yang terbaik bagiNya.. we just don’t know it yet..”

Orang 2: “Yang bisa atur diri kita itu yaa kita sendri, yang kenal diri kita itu yaa kita sendiri juga. Kalau dihadapkan sebuah kondisi kita ga mungkin atur org lain harus gimana, di luar kendali kita. Jadi kita yang bs atur mau gmn menyikapinyaa. Pokoknyaa aku bakal sll ada untuk mu ya”

Orang 3: “Semangaaaattt! Amanah tidak salah memilih pundak 💪”

Kalimat dari orang terakhir langsung mengingatkanku pada kata-kata yang pernah aku tulis di post ini. Paragraf kedua post tersebut merepresentasikan apa yang aku rasakan saat ini (haha). Tapi semoga selalu ingat paragraf terakhir, ya, Nash.

Sepertiga awal Ramadan sudah berlalu. Bersiap untuk sepertiga tengah dan akhir. Semoga dipertemukan dengan ujungnya. Semoga bisa beramal dengan sebaik-baiknya.

Day 9 – Peninjau

Pernah ada di masa sulit mencari orang yang sudah ahli dan mau meninjau hasil tulisan. Qadarullaah, tiba-tiba dikasih jalan dengan mudah untuk dipertemukan dengan peninjau yang ahli, mau meninjau tulisanku, dengan mendalam. Padahal belum kepikiran untuk mencari peninjau. Keren banget nggak sih alur cerita dari Allah tuh? :”))

Meski tulisan yang ditinjau adalah tulisan 3 tahun lalu yang masih sangat mentah dan terburu-buru. Meski saat proses meninjau, aku hanya bisa menahan tawa (karena malu banget! haha). Alhamdulillaah, kalau nggak gini aku nggak terpacu untuk bangkit, bersiap, belajar, dan menulis lagi (in terms of tulisan formal).

Bismillaah.

Day 8 – Kurang

Penanya: “Gimana kalau kita merasa ragu atas ibadah kita? Keraguan tersebut berkaitan dengan ragu apakah akan diterima di akhirat, atau hanya dunia saja..”

Penjawab: “1 dari 6 penyebab maksiat adalah: lemahnya iman, disebabkan kurangnya ilmu. Sehingga jika ada perasaan ragu, bisa jadi iman kita sedang melemah, karena ilmu kita masih kurang. Yang paling penting dari ‘merasakan’ adalah apa yang kita lakukan terhadap perasaan tersebut. Ubah perasaan ragu menjadi semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu.”

Menuju Usai Usia 25

Usia rawan Quarter Life Crisis, kata orang-orang. Quarter? Perempat? Dari seratus? Padahal belum tentu sampai seratus, hehe.

Memang menjadi usia yang rawan. Tapi menuju usai, gegap gempita riuh rendah gundah gulana menuju titik ekuilibrium. Seimbang. Hanya ingin tenang.

Tentang ambisi, dulu aku bisa bilang aku bukan orang yang terlalu ambisius. Atau setidaknya mensugesti diri untuk jangan menjadi orang yang terlalu ambisius.

Ada salah satu tulisan tentang usia 25 yang ditulis oleh Pak Edgar Hamas (klik disini) yang menjadi salah satu inspirasiku untuk refleksi. Pertama kali aku membaca tulisan itu kurang lebih 2 tahun yang lalu, tapi masih terngiang hingga saat ini.

Ia, di usia 25-nya sudah selesai dengan dirinya. Dan apa yang dihadapinya bukanlah masalah remeh yang kita hadapi dalam rutinitas harian kita. Betapa banyak orang yang sudah dewasa di usia muda, dan jalan menjadi dewasa itu adalah dengan didatangkan untuknya problematika besar untuk dituntaskan.

Edgar Hamas

Di usia 25ku, banyak ‘badai‘ yang beberapa kali bikin aku mikir, “apakah aku harus memikirkan hal ini?” Diberikan amanah yang aku rasa aku tak sanggup untuk memikulnya, tapi selalu saja masih diberikan kepercayaan. Dan membaca kembali tulisan dari Pak Edgar Hamas itu membuatku malu. ‘Badai‘ku yang masih seujung kuku dari kisah itu, atau dari kisah para terdahulu, tapi sering kali aku ingin mengeluh. Astaghfirullaah.

Ketika Allah memberi kita masalah yang besar, Allah juga beri kita kemampuan untuk menyelesaikannya.

Dan kemudian aku menyadari, bahwa api ambisi harus tetap ada. Harus terus berusaha melangitkan mimpi namun tetap membumikan hati. Punya target tapi menyiapkan ruang untuk kecewa. Karena yang terlalu–atau yang berlebihan, itu tidak baik, katanya.

Tetap berusaha melakukan hal-hal dengan sebaik-baiknya, itqan. Melakukan yang terbaik yang dimampu, mengoptimalkan potensi, dan memperluas zona nyaman. Mengoptimalkan waktu agar meminimalisir merasa galau atau hal negatif yang tidak perlu lainnya. Semoga tidak sia-sia.

Tetap berusaha membuat prioritas, merefleksikan, dan mengatur prioritas kembali jika diperlukan. Tetap waras, tetap sadar.

Semoga Allah mampukan dan senantiasa diberikan hidayah-Nya.

Day 7 – Ngobrol

Terakhir ngobrol sama mereka sepertinya tahun 2020. Saat Sella masih galau kerjaan, saat Bika masih masa akhir perkuliahan di Cina, saat aku masih… (apa ya).

Akhirnya ngobrol bareng mereka lagi di tahun 2022. Dan kemudian ada 1 pertanyaan dari Sella, “Mbak pernah ngerasain Quarter Life Crisis nggak?” Pertanyaan yang menarik. Kebetulan beberapa hari yang lalu, aku pernah menulis draft berkaitan dengan Quarter Life Crisis. Akan aku post setelah ini.

Kembali ke poin ngobrol. Pada dasarnya aku memang suka ngobrol. Kalau ngobrolnya ada tebak-tebakannya (haha). Atau ngobrolnya bikin aku bisa ngelawak jayus (haha) atau ketawa. Apalagi kalau ngobrolnya ada faedahnya. Atau ngobrolnya bikin aku mikir, refleksi.

Walaupun tidak selalu punya energi untuk ngobrol (sedang berbenah agar energi tidak mudah habis), tapi semoga Allah mampukan untuk ngobrol –menyambung silaturahmi, atau mendapatkan dan (semoga bisa) menebarkan manfaat.

Day 6 – Berkaitan

Tentang garis yang melingkar. Tentang kejadian yang saling berkaitan.

Beberapa tahun yang lalu, aku pernah menjadi peserta sebuah webinar dan terpukau dengan 2 pembicaranya. Malam ini, aku menjadi moderator webinar yang diisi oleh salah satu pembicara yang sama. Tema webinar yang sama dengan materi yang lebih mendalam. 

Semoga bisa mengikuti jejak baik beliau (aamiin yaa mujiibassaailiin).

Dan dilanjutkan mengikuti semi webinar yang diisi oleh pembicara yang tak kalah hebatnya. Dari mengikuti 2 acara malam ini yang diisi oleh 2 sosok yang hebat tersebut, aku melihat pola kejadian dan karakteristik yang hampir serupa.

Selesai dengan dirinya, hingga bisa fokus berbagi.

Keberuntungan adalah momen yang tepat untuk orang yang siap.

Day 5 – Bakery

Yang banyak-banyak dirapal sepagian:

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي  وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

[Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku]


Aside from that du’a, was another du’a that asking for strength. Dan kemudian… Nggak mungkin, kan, minta kekuatan tapi tidak diuji sudah seberapa kuat? Hehe.

The aftermath:

Went to my favorite bakeshop near my house; Cinema Bakery. As a sweet tooth, one of my remedies is to eat sweet cakes. I love their wheat bread too!